Rabi’ah ; Bisakah Kita Murni Mencintai-Nya?

Rabi’ah Al Adawiyah, semakin ku membaca tentang beliau, semakin ku kagum padanya, tentang keshalihannya, dan juga kemurnian cintanya pada Allah. Di sisi lain, ku semakin menyadari betapa manusia merupakan makhluk yang pragmatis, dimana pada umumnya, kita memiliki prinsip ‘give and take‘, memberi dengan mengharap ada kebaikan yang kembali pada kita, disadari atau tidak disadari. Bahkan beberapa dari kita mungkin hanya bisa ‘take and take‘, dan sedikit sekali, jika bisa dibilang tidak ada, hati kita yang murni untuk terus ‘give and give‘.

Sebagaimana lagu Chrisye feat Ahmad Dhani, “jika surga dan neraka tak pernah ada, masihkah kau bersujud kepada-Nya?“, seperti itu pula bahan renungan kita hidup di dunia ini. Apakah kita sholat lima waktu hanya sekadar kewajiban, ataukah memang bentuk penghambaan kita kepada-Nya? Nyatanya, jika ibadah yang kita lakukan merupakan sebuah bentuk penghambaan yang tulus, mengapa terkadang kita merasa terburu dalam melakukannya, karena terhimpit oleh kesibukan dunia yang fana?

Akan kah kita bisa menghamba kepada-Nya sepenuh ketulusan hati kita, sedangkan kita masih mengharap pengakuan dari makhluk-Nya? Ataukah kita hanya bisa menerima kodrat kita sebagai manusia yang sejatinya penuh hawa nafsu sambil terus berusaha menundukkannya dalam setiap helaan nafas kita?

Leave a comment